Oleh: Hersumpana Ign
Pembiayaan yang berkelanjutan bagi sektor komunitas dalam penanggulangan AIDS perlu pemikiran yang komprehensif dan perencanaan strategis. Peran sektor komunitas dipandang memiliki kontribusi penting dalam penanggulangan AIDS karena kapasitasnya dalam melakukan layanan yang lebih fleksibel berbasiskan nilai-nilai solidaritas yang menjangkau kelompok-kelompok terpinggirkan oleh stigma sosial dan diskriminasi, akan tetapi pembiayaan sektor komunitas selama ini masih menggantungkan sepenuhnya pada dukungan dari Mitra Pembangunan Internasional (MPI) seperti hasil temuan penelitian Sektor Komunitas PKMK UGM (2015)[1]. Pemberdayaan sektor komunitas menjadi salah satu prioritas dalam SRAN 2015-2019[2] dalam penanggulangan AIDS yang komprehensif dan berkelanjutan. Tulisan ini mencoba menggali gagasan kemungkinan potensi pembiayaan yang bersumber dari pendanaan lokal yang berkelanjutan untuk sektor komunitas.
Oleh: Ita Perwira
Feminisasi pada HIV/AIDS dianggap sebagai konsep yang lebih baru dibanding konsep feminisasi pada kemiskinan[1]. Tulisan Kang’ethe mencoba melihat permasalahan gender dalam penanggulangan HIV/AIDS dan hubungannya dengan pencapaian MDGs khususnya di Botswana dan South Africa, dan disini kita juga akan mencoba melihatnya dari situasi penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia yang mungkin sedikit berbeda.
Data global menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dan AIDS lebih tinggi dibanding jumlah laki-laki yang terinfeksi.[2] Data yang sama juga ditunjukkan di Botswana dan Afrika selatan, sementara untuk data di Indonesia menurut laporan Kemenkes, jumlah kasus terinfeksi HIV/AIDS selalu lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, namun bila dilihat jumlah proporsinya setiap tahun proporsi perempuan yang terinfeksi menunjukkan trend yang semakin meningkat dibanding laki-laki.[3]
© 2025 Kebijakan AIDS Indonesia