Oleh: Swasti Sempulur
Istilah disabilitas mengacu pada The UN Convention of the Rights of Persons with Disabilities adalah orang-orang yang memiliki kerusakan atau kelainan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang berinteraksi dengan berbagai hambatan yang dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak dengan orang lain. (Jill Hanass-Hancock et al, 2009; Sri Haryono et al, 2013). Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Sementara itu WHO menyatakan diperkirakan 10% dari jumlah penduduk diantaranya mengalami disabilitas.
Istilah disabilitas diperkenalkan sebagai pengganti istilah kecacatan atau ketidaksempurnaan yang secara mengacu pada diskriminasi. Akan tetapi disabilitas adalah bentuk perbedaan kemampuan yang dimiliki seseorang atau different ability people. Meskipun sudah upaya untuk menghilangkan kemungkinan diskriminasi, namun tetap saja diskriminasi pada disabilitas kerap kali terjadi. Semisal kemudahan akses layanan bagi disabilitas masih sulit diperoleh, tidak banyak fasilitas layanan kesehatan yang ramah difabel, baik dari sisi fasilitas fisik maupun layanan. Begitu pula dalam hal akses terhadap informasi kesehatan, mereka dianggap tidak memerlukan informasi karena keterbatasan yang dimiliki. Ha ini dipertegas dalam sebuah kajian yang menjelaskan bahwa kelompok difabel diabaikan dalam program kesehatan maupun pendidikan karena dianggap mereka tidak memerlukan informasi tersebut, atau tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh informasi tersebut (Jill Hanass-Hancock et al, 2009; Jill Hanass- Hancock, 2009).
Terbatasnya informasi dan jangkauan layanan kesehatan reproduksi bagi disabilitas bukan saja membuat mereka tidak tahu bagaimana seharusnya menjaga dan merawat organ reproduksinya tapi juga memperburuk kesehatan mereka secara keseluruhan, dan mengabaikan kebutuhan difabel dari kebutuhan masyarakat pada umumnya. Sementara pemerataan kesehatan menjadi tanggung jawab negara, sebagaimana dinyatakan dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities pasal 25 bahwa Negara Negara Pihak (yang menandatangani konvensi) mengakui bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang tersedia tanpa diskriminasi atas dasar disabilitas mereka. Negara-Negara Pihak (yang menandatangani konvensi) harus mengambil semua kebijakan yang diperlukan untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas terhadap pelayanan kesehatan yang sensitif gender, termasuk rehabilitasi kesehatan. Di Indonesia pemberlakukan konvensi ini ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Dari paparan di atas, menarik kiranya untuk mendiskusikan bagaimana penarapan kebijakan tersebut di Indonesia, bagaimana dengan layanan kesehatan khususnya bagi difabel?

