Pengantar Minggu Ke-10 Tahun 2014
Editor: Eviana Hapsari Dewi

globalfundKiranya tidak ada yang mampu menjawab secara pasti atas pertanyaan tersebut di atas. Topik inilah yang sedang hangat didiskusikan terutama pada kelompok pegiat isu HIV- AIDS setelah mengamati kecenderungan selama 3 tahun ini pendanaaan untuk penanggulangan AIDS semakin menurun. Hal ini bisa dimaknai dari dua sisi, pertanda yang baik atau buruk. Pertanda baik bila proporsi pendanaan dari pusat atau bantuan donor asing menurun, dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi-potensi lokal yang belum tergali dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS. Dengan demikian, bisa dimaknai bahwa pemerintah pusat mendorong peran daerah dan kerjasama multi pihak yang lebih baik lagi dalam merespons persoalan HIV-AIDS. Atau bisa saja penurunan pendanaan tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa sudah selama 3 tahun dana dikucurkan sebagai dana stimulan untuk menyasar problematika-problematika HIV-AIDS, sehingga diharapkan saat ini upaya penanggulangan HIV-AIDS hanya berfokus pada upaya-upaya yang sebelumnya telah diinisiasi. Makna yang lain terkait dengan kecenderungan penurunan pendanaan upaya penanggulangan HIV-AIDS adalah program penanggulangan HIV-AIDS sudah tidak lagi menjadi isu prioritas, tergantikan dengan isu bencana alam atau perubahan iklim yang kini sangat gencar untuk dilakukan. Bila hal ini benar adanya, tentu bisa dipahami kemudian para pegiat HIV-AIDS menjadi sangat terusik dan gelisah oleh karena sejumlah agenda untuk penanggulangan HIV-AIDS masih menjadi daftar yang panjang dan perlu untuk direspons satu persatu. Tentu saja hal ini masih memerlukan upaya yang keras, termasuk tenaga, pikiran dan juga pendanaan untuk eksekusi beberapa ide yang strategis.

Seperti yang kita ketahui bahwa dana penanggulangan AIDS lebih dari setengahnya masih mengandalkan dukungan lembaga internasional. KPA Nasional melalui sekretariatnya berupaya terus untuk meningkatkan proporsi pendanaan yang berasal dari dalam negeri. Upaya tersebut mulai terlihat dengan bertambahnya proporsi dalam negeri walaupun bisa dikatakan belum cukup memuaskan. Menurut laporan National AIDS Spending Assessment (NASA) 2011—2012, pada tahun 2011pendanaan yang berasal dari dalam negeri sebesar 41% sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 42%. Dari data tersebut, walaupun kontribusi pemerintah belum lebih dari 50 persen namun upaya tersebut perlu mendapatkan apresiasi.

Dana sebesar lebih dari 87 juta dolar untuk penanggulangan AIDS di Indonesia, sayangnya masih belum dapat diketahui seberapa besar dana yang dikelola pihak LSM. Ada peran spesifik yang dilakukan oleh pihak LSM dalam konteks penanggulangan HIV-AIDS, yaitu penjangkauan populasi kunci. Keluwesan LSM AIDS dalam proses penjangkauan populasi kunci yang tersembunyi akan mendukung program penanggulangan AIDS menjadi lebih efektif. Selama ini dalam melakukan tugasnya, LSM AIDS sebagian besar mendapatkan pendanaan dari lembaga internasional. Belum ada mekanisme pendanaan yang baku dan memungkinkan pihak pemerintah memberikan pendanaan secara langsung ke LSM. Adanya kecenderungan penurunan jumlah pendanaan penanggulangan HIV-AIDS, menimbulkan sebuah pertanyaan, yaitu apakah peran LSM AIDS ke depan masih dibutuhkan dan bagaimana skema perannya dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia?

. Kristalisasi akhir dari sebuah pertanyaan reflektif dari judul pengantar minggu ini adalah perlu adanya jaminan alokasi pendanaan untuk upaya penanggulangan HIV-AIDS di masa mendatang, barangkali melalui pembuatan kebijakan yang mengatur mengenai alokasi pendanaan upaya penanggulangan HIV-AIDS hingga persoalan ini dapat tertangani dengan baik. Atau barangkali dengan sejumlah perumusan mekanisme kerjasama dengan perusahaan swasta (CSR) atau dengan pemerintah daerah.